Bagiin-fo.blogspot.co.id - Setelah dilakukan pembongkaran makam Allya Sisca Nadya (33) di TPU Tanah Kusir, aparat kepolisian tak mencium bau bangkai. Padahal dia sudah lima bulan dimakamkan di tempat itu.
"Saya mendekat tadi jasad tak bau. Mungkin tergantung amal di bumi. Tetapi, ini tergantung kepercayaan masing-masing," tutur Widodo, seorang aparat kepada temannya di luar police line diTPU Tanah Kusir, Rabu (13/1/2016).
Berdasarkan pemantauan, aparat kepolisian Subdit Renakta Dit Reskrimum Polda Metro Jaya berada di sekeliling pemakaman Allya. Sementara, petugas medis ada di dekat makam.
Warga telah berada di sekitar pemakaman, namun mereka tidak dapat melihat mayat korban malapraktik itu secara langsung.
"Saya ingin melihat langsung seperti apa kalau sudah dikubur lalu dibongkar. Apalagi sudah lima bulan tidak bau," kata Rohmat Tulohi, seorang warga ditemui di lokasi.
Source: Tribunews/suara.com
Detik-detik pembongkaran makam perempuan berusia 33 tahun itu berlangsung menegangkan.
Setelah timbunan tanah diangkat dan kain yang menutup jenazah dibuka, keluarga kaget. Jasad masih terlihat utuh.
Setelah timbunan tanah diangkat dan kain yang menutup jenazah dibuka, keluarga kaget. Jasad masih terlihat utuh.
"Padahal sudah lima bulan (dikubur). Tapi subhanallah, kami terharu jenazah utuh. Kami di situ tadi melihatnya sendiri," kata anggota keluarga Allya, Darmawan Siregar.
Kain kafan yang digunakan untuk menutupi jenazah almarhum Allya, katanya, juga tidak rusak.
Kain kafan yang digunakan untuk menutupi jenazah almarhum Allya, katanya, juga tidak rusak.
Sebelumnya Agustus 2015, mantan petinggi PLN, Alfian Helmy dan keluarganya harus menelan pil pahit menyusul kepulangan putri bungsunya, Allya Siska Nadya.
Pasalnya, sang putri meninggal usai menjalani terapi chiropractic untuk menyembuhkan keluhan nyeri di bagian lehernya.
Dalam temu media yang dihelatnya pada Jumat, (8/1/2015) di bilangan Senayan, Alfian menuturkan, putrinya mengalami sakit luar biasa di bagian leher, bahu, lengan dan pinggangnya hingga harus dibawa ke Unit Gawat Darurat RSPI.
"Saya lihat sendiri bagaimana dia merasakan sakit luar biasa pada leher sampai lengan dan pinggangnya. Dia beteriak "sakit, sakit, sakit!", ujar Alfian mengawali cerita.
Jauh sebelum kondisi ini terjadi, Siska memang kerap memiliki keluhan di bagian leher akibat kebiasaannya menggendong ransel berisi laptop. Biasanya untuk mengatasi nyeri ini, Siska menjalani fisioterapi yang memang diakui di dunia medis.
Namun kala itu ia berencana pergi ke Prancis untuk melanjutkan studi S2-nya. Sebelum berangkat Allya mengatakan keinginannya untuk mengatasi keluhan di bagian leher dan tulang belakangnya terlebih dahulu.
Pasalnya, sang putri meninggal usai menjalani terapi chiropractic untuk menyembuhkan keluhan nyeri di bagian lehernya.
Dalam temu media yang dihelatnya pada Jumat, (8/1/2015) di bilangan Senayan, Alfian menuturkan, putrinya mengalami sakit luar biasa di bagian leher, bahu, lengan dan pinggangnya hingga harus dibawa ke Unit Gawat Darurat RSPI.
"Saya lihat sendiri bagaimana dia merasakan sakit luar biasa pada leher sampai lengan dan pinggangnya. Dia beteriak "sakit, sakit, sakit!", ujar Alfian mengawali cerita.
Jauh sebelum kondisi ini terjadi, Siska memang kerap memiliki keluhan di bagian leher akibat kebiasaannya menggendong ransel berisi laptop. Biasanya untuk mengatasi nyeri ini, Siska menjalani fisioterapi yang memang diakui di dunia medis.
Namun kala itu ia berencana pergi ke Prancis untuk melanjutkan studi S2-nya. Sebelum berangkat Allya mengatakan keinginannya untuk mengatasi keluhan di bagian leher dan tulang belakangnya terlebih dahulu.
"Pada saat di pergi ke Pondok Indah Mal, dia melihat promo di klinik Chiropractic First tersebut yang diklaim bisa mengatasi kelainan tulang belakang. Dari situ dia pun mendatangi klinik tersebut untuk mengonsultasikan keluhannya," imbuhnya.
Pertama kali berkonsultasi pada 5 Agustus, Siska, kata Alfian, langsung ditangani oleh dokter asing bernama Randall Caferty. Ia ditawarkan paket terapi sebanyak 40 kali.
Namun Siska menolak karena harus berangkat ke Prancis pada 18 Agustus 2015. "Dengan enteng Randall menawarkan dilakukan terapi dua kali sehari. Kemudian dia berkata, kalau nanti kamu kembali (ke Indonesia) paket itu bisa kamu pakai. Kenapa saya tahu, karena ibunya ikut mendampingi Siska saat dilakukan konsultasi," imbuh Alfian.
Setelah setuju dengan penawaran Randall, Siska kembali mendatangi klinik tersebut pada 6 Agustus 2015. Ia juga membayar lunas paket terapi sebesar 17 juta. Dengan kesepakatan dua kali sehari, Siska menjalani terapi pada pukul 1 siang dan 5 sore.
Namun sang ibu terkejut karena tindakan yang dilakukan Randall sangat singkat dengan gerakan yang nampaknya membuat Siska tak nyaman.
"Kurang lebih terapinya hanya 5 menit dan ada gerakan yang membuat ibunya Siska cukup syok kenapa seperti itu," terangnya.
Sepulang dari terapi, bukannya mendapat kesembuhan, Siska justru mengerang kesakitan. Dini hari, Siska dibawa ke UGD RSPI untuk mendapat penanganan. Nahas, kondisinya semakin menurun, hingga pukul 05.45 pada 7 Agustus 2015, Alfian mendapati detak jantung putrinya semakin lemah.
"Dokter minta izin ke saya untuk melakukan pompa jantung dengan harapan bisa tertolong. Dilakukan 30 menit. Hingga akhirnya Siska menghembuskan napas terakhir," sambungnya.
Merasa banyak kejanggalan dalam kasus kematian putrinya, Alfian dan keluarganya pun melakukan investigasi kecil-kecilan. Ketiga anaknya yang lain mendatangi klinik Chiropractic First untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat-surat resmi dan pengakuan langsung dari sang dokter, Randall.
Hal ini dilakukannya setelah melakukan konsultasi terhadap dokter spesialis tulang di RSPI yang pernah menangani keluhan Siska pada 2014.
"Pada 11 Agustus, ibu bersama anak saya yang lain pergi ke dokter Luthfi di RSPI dan melaporkan bahwa Siska sudah tidak ada setelah menjalani terapi. Dokter terkejut kenapa Siska sampai meninggal dunia. Atas saran beliau, kami berniat memprosesnya secara hukum," sambungnya.
Keluarga pun melaporkan kasus dugaan malapraktik oleh dokter asing ini ke Polda Metro Jaya pada 12 Agustus 2015. Sejak itu, sudah dua kali Randall mangkir dari panggilan polisi.
Belakangan diketahui bahwa Randall sudah kembali ke negara asalnya, Amerika. Kabar meninggalnya Siska usai menjalani terapi chiropractic ini pun tersebar ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan pihak berwenang lainnya.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Dinkes DKI ditemukan bahwa klinik ini tak mengantongi izin. Penyegelan pun dilakukan di delapan klinik Chiropractic First yang berlokasi di Jakarta.
Keluarga pun berharap agar kematian Siska bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk berhati-hati memilih klinik pengobatan, sekaligus mendesak pihak kepolisian untuk mengusutnya secara tuntas.
"Kami sangat meminta kepada kepolisian, atau Pihak Polda untuk menghadirkan Randall. Pihak Klinik First juga sebaiknya kooperatif memberikan keterangan kepada pihak berwajib agar kasus ini jelas setelah lima bulan kepergian putri kami," harap Alfian.
Namun Siska menolak karena harus berangkat ke Prancis pada 18 Agustus 2015. "Dengan enteng Randall menawarkan dilakukan terapi dua kali sehari. Kemudian dia berkata, kalau nanti kamu kembali (ke Indonesia) paket itu bisa kamu pakai. Kenapa saya tahu, karena ibunya ikut mendampingi Siska saat dilakukan konsultasi," imbuh Alfian.
Setelah setuju dengan penawaran Randall, Siska kembali mendatangi klinik tersebut pada 6 Agustus 2015. Ia juga membayar lunas paket terapi sebesar 17 juta. Dengan kesepakatan dua kali sehari, Siska menjalani terapi pada pukul 1 siang dan 5 sore.
Namun sang ibu terkejut karena tindakan yang dilakukan Randall sangat singkat dengan gerakan yang nampaknya membuat Siska tak nyaman.
"Kurang lebih terapinya hanya 5 menit dan ada gerakan yang membuat ibunya Siska cukup syok kenapa seperti itu," terangnya.
Sepulang dari terapi, bukannya mendapat kesembuhan, Siska justru mengerang kesakitan. Dini hari, Siska dibawa ke UGD RSPI untuk mendapat penanganan. Nahas, kondisinya semakin menurun, hingga pukul 05.45 pada 7 Agustus 2015, Alfian mendapati detak jantung putrinya semakin lemah.
"Dokter minta izin ke saya untuk melakukan pompa jantung dengan harapan bisa tertolong. Dilakukan 30 menit. Hingga akhirnya Siska menghembuskan napas terakhir," sambungnya.
Merasa banyak kejanggalan dalam kasus kematian putrinya, Alfian dan keluarganya pun melakukan investigasi kecil-kecilan. Ketiga anaknya yang lain mendatangi klinik Chiropractic First untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat-surat resmi dan pengakuan langsung dari sang dokter, Randall.
Hal ini dilakukannya setelah melakukan konsultasi terhadap dokter spesialis tulang di RSPI yang pernah menangani keluhan Siska pada 2014.
"Pada 11 Agustus, ibu bersama anak saya yang lain pergi ke dokter Luthfi di RSPI dan melaporkan bahwa Siska sudah tidak ada setelah menjalani terapi. Dokter terkejut kenapa Siska sampai meninggal dunia. Atas saran beliau, kami berniat memprosesnya secara hukum," sambungnya.
Keluarga pun melaporkan kasus dugaan malapraktik oleh dokter asing ini ke Polda Metro Jaya pada 12 Agustus 2015. Sejak itu, sudah dua kali Randall mangkir dari panggilan polisi.
Belakangan diketahui bahwa Randall sudah kembali ke negara asalnya, Amerika. Kabar meninggalnya Siska usai menjalani terapi chiropractic ini pun tersebar ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan pihak berwenang lainnya.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Dinkes DKI ditemukan bahwa klinik ini tak mengantongi izin. Penyegelan pun dilakukan di delapan klinik Chiropractic First yang berlokasi di Jakarta.
Keluarga pun berharap agar kematian Siska bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk berhati-hati memilih klinik pengobatan, sekaligus mendesak pihak kepolisian untuk mengusutnya secara tuntas.
"Kami sangat meminta kepada kepolisian, atau Pihak Polda untuk menghadirkan Randall. Pihak Klinik First juga sebaiknya kooperatif memberikan keterangan kepada pihak berwajib agar kasus ini jelas setelah lima bulan kepergian putri kami," harap Alfian.
Source: Tribunews/suara.com
0 Response to "AJAIB!! Dimakamkan 5 Bulan Lalu, Jasad Allya Korban Mall Praktik Tak Timbulkan Bau"
Posting Komentar